Sabtu, 05 Februari 2011

Jeruk Selayar Di Mata Mereka

Jika jeruk Malangke yang terkenal manis itu dalam setahun dapat berbuah dua kali namun jeruk Selayar hanya sekali. Tapi mengenai aroma, jeruk Selayar tidak boleh dipandang sebelah mata. Mesti dua mata.

Jeruk Selayar telah menjadi buah bibir sejak dahulu. Warnanya yang cerah, segar dengan ukuran yang relatif besar terlihat sebagai jeruk asli, jeruknya jeruk dengan cita rasa menawan. Jeruk Malangke lazim disuguhkan di café ala jus maka jeruk Selayar, indah ditata atau dicicipi di meja layaknya makanan para raja atau penguasa tempo dulu. Isinya yang padat, bening dengan rasa manis optimum membuatnya layak dikenang dan diceritakan.

Aromanya yang khas layak disandingkan dengan jeruk sunkist dari benua seberang. Atau bahkan lebih tinggi derajatnya.


***

Saat kerap ke Pulau Selayar pada awal tahun 1996, ada dua permintaan dari para sahabat jika saya bilang hendak ke sana. Emping atau jeruk!. Emping selalu jadi ole ole saat saya pulang mengunjungi Selayar antara tahun 1997-2003. Saat itu jeruk yang sempat meraja selama tahun 70an hingga 80an dianggap sudah mati berdiri. Mati segan, hidup tak mau.

“Jeruk Selayar sudah habis dimangsa penyakit batang,” itu yang kerap terdengar. Sejarah indah jeruk dari bumi Tana Doang berangsur sirna karena digerogoti penyakit tanpa obat, yang oleh orang setempat disebut penyakit tua’ tua’.

Pohon emping sebenarnya masih dapat dijumpai di beberapa daerah ketinggian nan dingin di timur kota Benteng namun jika mengunjungi pasar utama di Selayar, seperti pasar dekat terminal Bonea, kita tidak bisa menampik serbuan emping dari Jawa Timur yang mulai menggeser emping Selayar.

Semakin banyaknya penjual jeruk Selayar di beberapa sudut Kota Benteng saat saya berkunjung pada awal Agustus 2010 memberi saya inspirasi untuk melihat bagaimana kebun dan bagaimana tanaman jeruk kembali booming di Selayar tahun ini.

Saya mendapat informasi pertama dari Pak Yunus, pegawai pada kantor Bappeda Selayar saat saya berkunjung ke sana di bulan Agustus 2010. Baginya, pengalaman berkebun jeruk telah dilakoninya sudah belasan tahun. Namun dia tidak mengurusnya dengan rutin. Dia pernah menggaji tenaga kerja di kebunnya. “Saat itu nilainya berkisar antara Rp. 25ribu hingga 35 ribu perhari,” Kata Yunus.

Pak Yunus pulalah yang mengundang saya berjalan-jalan ke kampungnya di Batangmata Sapo, kampung yang disebut pusatnya jeruk Selayar. Menuju Batangmata Sapo, mesti melewati wilayah utara Kota Benteng dan memotong kea rah timur. Setelah menempuh perjalanan lebih sejam kami sampai ke kawasan yang banyak ditanami jeruk. Tepatnya antara Onto Sapo dan Batangmata Sapo.

Di salah satu kebuh saya bertemu Andi Jamaluddin dan Abdul Hamid. Menurut mereka kisah jeruk Selayar mulai dikenal pada awal tahun 70an. Saat itu warga beramai-ramai menanam pohon jeruk yang ukuran buahnya berdiameter 7-9 centimeter saat dipanen. Sempat booming hingga tahun 80an, namun mengalami kemunduran produksi pada tahun 90an. Saat itu banyak pohon yang mati.

“Ancaman tanaman jeruk di sini adalah penyakit tua’ tua’,” Kata Hamid sambil memperlihatkan contoh batang pohon yang basah seperti lem bening. “Saya juga tidak tahu kenapa disebut tua’ tua’. Mungkin karena bentuknya yang seperti cairan kental putih bening menyerupai tuak,” Katanya.

Saat berkunjung ke kebun Pak Hamid ditemani pak Andi Jamaluddin dan Yunus, terlihat hampir semua pohon jeruknya sebanyak 30 pohon berbuah lebat. Semuanya berbuah. Ada yang menarik karena beberapa batang pohon yang berbuah adalah batang yang tumbuh dari akar baru. Batang utama telah dipotong. Mereka memotongnya karena telah digerogoti penyakit tua’ tua’.

“Ini panen yang ke-12 kalinya. Sudah dipetik sekitar 10.200 biji,” Kata Hamid. Hasil kebunnya ini dipatok dengan harga Rp. 500 perbuah. Biasanya dia membawanya ke pasar Benteng. Pada jeruk yang besar berdiameter 7 centimeter dapat mengisi lassa atau wadah jeruk dari jalinan kulit bambu hingga sepuluh biji.

“Di sana sudah ada yang menunggunya,” Katanya. Dia menjual jeruk ke Kota Benteng. Satu lassa dapat berisi sepuluh biji. Di Benteng, pada awal bulan Agustus 2010, harga perbiji jeruk Selayar masih di kisaran Rp. 700-800 perbiji.

***

Tanaman jeruk Selayar banyak dijumpai di wilayah utara dan selatan pulau. Kawasan utara seperti di daerah ketinggian Onto dan Batangmata, utamanya sekitar kelurahan Batangmata Sapo. Kawasan yang relatif sejuk ini adalah penghasil jeruk Selayar. Seperti yang saat ini saya kunjungi ke kebun Pak Yunus dan Pak Hamid. Mereka adalah dua orang pegawai pemerintah yang lahir dan besar di Batangmata Sapo.

Seperti halnya Yunus, di mata pak Hamid, kebun jeruk yang mereka manfaatkan saat ini adalah pemberian orang tua mereka dan layak terus dipertahankan. Mungkin tidak akan maksimal tetap tetaplah merupakan penopang ekonomi. “Praktis biaya tahunan usaha kebunnya hanya bayar PBB. “Tahun ini cuma bayar 11 ribu. Ini dihitung dari luas seperempat hektar,” Katanya

“Sebelum panen kali ini, dia tidak pernah berkunjung ke kebunnya selama dua minggu,”

“Jeruk ini mulai berbunga setelah musim barat selesai, dan buahnya dapat dipanen setelah enam bulan,”. Kata Yunus.

Menurut Hamid pada tahun 2009 produksi jeruk Selayar sangat kurang. “Di kebun saya saja hanya panen sekitar 4ribuan buah. Saat itu harganya dijual di kisaran Rp. 400-500. Mungkin karena tahun lalu kurang hujan”

“Tahun ini berbuah banyak, karena tingginya curah hujan. Tapi curah hujan yang tinggi sepertinya juga berdampak pada rasa jeruk,” Kata Hamid yang saat itu ditemani banyak anggota keluarganya di kebun.

Abdul Hamid, 47 tahun adalah staf pada kantor Kelurahan Batangmata Sapo. Dia mengelola kebun ini dari orang tuanya sejak tahun 92. Hamid tinggal di dekat kantor lurah, tidak jauh dari kolam dekat mesjid. Kebun ini merupakan peninggalan orang tuanya yang bernama Patta Kanang.

Hamid mengakui ada beberapa yang dia anggap jeruk asli Selayar adapula yang merupakan hasil okulasi. Ada beberapa warga yang sempat mengawinkan jeruk Jeneponto denganjeruk Selayar. Untuk merawat kebun jeruk seperti penuturan Hamid mestinya harus telaten, saat ditanam lahan sudah harus bersih.

“Orang dulu, selalu pelihara kambing atau kuda di dalam lahan jeruknya,” Kata Hamid. Itu sangat membantu membersihkan lahan kebun dari gangguan alang-alang dan semak belukar . Apa yang dianjurkan oleh penyuluh Perkebunan adalah pentingnya merawat lahan dengan membersihkan lahan, memangkas dahan yang tak perlu dan jika tidak keberatan dapat memangkas batang yang terlalu banyak bunga atau buah muda.

“Mereka bilang, lebih bagus berbuah sedikit tetapi nilai jual besar,” Kata Pak Hamid. Dia juga mengatakan bahwa dia sangat terbantu oleh hadirnya penyuluh di kelurahan. Di Kelurahan Batangmata Sapo terdapat pula penyuluh dari orang lokal. “Dari mereka kami juga dapat informasi tentang jenis pupuk yang bagus untuk jeruk. Hari Sabtu lalu, saya membeli pupuk untuk lahan jeruk seharga 95ribu/50kg,” Kata Hamid.

Saat ini banyak praktek sambung samping jeruk yang berbuah cepat seperti yang ditempuh Andi Syamsuddin, di daerah Garassik tidak jauh dari Batangmata Sapo. Di sana ada penyambungan jeruk dan telah berbuah walau pohonnya sangat pendek dan kecil.

Mengingat rasa dan aroma jeruk Selayar yang sudah terkenal dan dikagumi banyak orang itu, rasanya upaya ekstensifikasi dan berbagai upaya menambah nilai jual jeruk ini layak dipikirkan. Baik untuk pasar domestik maupun luar negeri. Rasanya sangat terbuka peluang untuk membuat jus atau produk olahan dari jeruk yang penuh cita rasa ini.

Ada yang tertarik untuk investasi?

Sungguminasa, 27/09/2010

Sumber :
http://www.denun.net/jeruk-selayar-di-mata-mereka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar